Sunday, December 30, 2007

MASJID IBROHIM AL-JAWWAD

Tidak jauh dari pohon maryam, Setelah ibu-ibu menelusuri dari tempat sejarah pohon mariyam diajak oleh guide ust Aep Saifullah untuk meneruskan perjalanan ke masjid Ibrohim Al-Jawwad yaitu masjid salah seorang keluarga Nabi Muhammad saw dari keturunan Imam Hasan, yang bernama Sayyid Ibrahim bin Abdullah bin Hasan al-Mutsanna bin Imam Hasan. Di dalam mesjid ini ada kuburan beliau, hanya saja tidak utuh seluruh tubuhnya kata Guide ust Aep Saifullah. Yang dikubur di dalam mesjid itu, hanyalah kepalanya saja.

Di mesir ada tiga makam ahlul bait Rasulullah saw yang isinya hanya kepalanya saja. Pertama, makam Imam Husain di Mesjid Husain. Kedua, makam Zaid bin Ali Zainul Abidin di mesjid Ali Zainul Abidin. Ketiga makam Ibrahim al-Jawwad di Matariyyah.

Tempat Persembunyian Nabi Isa Dan Mariyam Di Mesir


persembunyian Nabi Isa dan Maryam

Setelah berteduh di pohon Maryam, Nabi Isa dan Siti Maryam juga mempunyai tempat bersembunyi khusus dari kejaran Herodus yang terus mencari tahu keberadaanya dan hendak membunuhnya. Tempat bersembunyinya itu kini masih ada dan berada di Kairo tepatnya tidak jauh dari Masjid Amer bin Ash.
Tempat persembunyian tersebut kita hanya bisa melihat dari atas tangga karena dikunci untuk tangga turun masuk ke ruangan persembunyian tapi penutupnya berupa pintu kayu jari-jari yang jarang sehingga bisa kelihatan sebagian ruangan.

Saturday, December 29, 2007

Bab Zuwaylah

Setelah mengunjungi Masjid-masjid dan Makam para Auliya, ibu-ibu meneruskan kunjungan dengan dipandu oleh ust.Aep Saifullah ke Bab Zuwaylah, atau Bab Mutawalli, yang merupakan pintu masuk ke kota Kairo . Pintu Zuwailah ini juga menjadi sejarah tempat pelaksanaan hukuman gantung pertama di Mesir. Pintu ini juga dikenal dengan pintu Mutawalli yang dinisbahkan kepada seorang ahli ibadah dan orang shaleh terkenal yang bernama Syaikh Mutawalli. Syaikh Mutawalli terkenal mempunyai banyak karamat, di antaranya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, khususnya sakit gigi, dengan cara pengobatan
yang tentu, sangat berlainan dengan ahli lainnya.

Monday, December 24, 2007

MISTERI JABAL MUQATTAM DI MESIR

Pada Tanggal 4 September 2007 Majlis Taklim Al-Muttaqin Ziarah Para Auliya : Menapaki Jejak Para Wali Allah Yang Dipandu Oleh Guide Terkenal Ust, Aep Saifullah. Diantaranya ke Jabal Muqattam.
Arti dan Asal nama Muqattam
Mengapa gunung tersebut disebut dengan Muqattam? Ada empat riwayat tentang asal usul nama Muqattam ini.
Riwayat pertama mengatakan, bahwa nama Muqattam diambil dari salah seorang keturunan Nabi Nuh yang bernama al-Muqattam bin Mashr bin Baishar bin Ham bin Nuh.
Menurut riwayat ini, al-Muqattam bin Mashr ini seorang hamba ahli ibadah. Ia menjadikan gunung tersebut sebagai tempat beribadahnya, dan karena itu dinamakan jabal Muqattam.
Riwayat kedua mengatakan bahwa nama Muqattam ini dinisbahkan kepada seorang ahli kimia yang bernama Muqaithaam al-Hakim.
Ibrahim bin Wushaif Syah pernah menuturkan, bahwa ketika Mashrayim bin Baishar bin Ham bin Nuh menjadi raja di Mesir, para ilmuwan dan dukun-dukun istana (penasehat raja) menghabarkan bahwa di beberapa tempat di Mesir--dan salah satunya di dalam Jabal Muqattam--terdapat barang-barang tambang dan harta karun yang tidak terhingga nilainya, mulai dari emas, berlian, batu fairuz dan lain sebagainya. Mereka juga menyarankan agar raja menggunakan cara kimia dalam menggali dan menemukan barang-barang berharga tersebut, agar lebih mudah dan tidak merusak benda-benda dimaksud.
Raja Mashrayim lalu menunjuk seorang ahli kimia terkenal saat itu yang bernama Muqaithaam al-Hakim. Dalam menjalankan tugasnya, Muqaithaam al Hakim menjadikan sebuah gunung yang letaknya di sebelah timur sebagai tempat meracik bahan-bahan kimia dimaksud. Dari situlah kemudian gunung tersebut dikenal dengan nama Muqattam sebagai nishbah kepada dirinya.
Riwayat ketiga, sebagaimana dikatakan oleh al-Bakry, bahwa gunung tersebut sudah sejak dulu diberi nama Muqattam dan tidak ada kaitan dengan hal-hal sebelumnya. Al-Bakry dalam hal ini berkata: “Al-Muqattam dengan dibaca dhammah huruf mimnya, dibaca fathah huruf keduanya (huruf qaf=pent) dan ditasydid huruf tha’ nya adalah sebuah gunung yang berada di Mesir, tempat menguburkan penduduknya yang meninggal dunia”.
Riwayat keempat merupakan pendapat jumhur ulama sebagaimana ditulis oleh DR. Suad Mahir Muhammad dalam bukunya Masajid Mashr wa Auliyaauhas Shalihun Juz 1 hal 49--mengatakan bahwa nama Muqattam ini diambil dari kata al-Qathmu yang berarti putus, gundul (al-Qath’u). Hal ini sesuai dengan keadaan gunung itu sendiri yang gundul tidak ada tanaman, pepohonan yang tumbuh di atasnya. Karena tidak ada tanaman atau pepohonan di atasnya itulah (gundul), maka kemudian gunung tersebut dikenal dengan sebutan Jabal Muqattam. Riwayat ini disampaikan di antaranya oleh Ali bin Hasan al-Hana’iy ad-Dausy sebagaimana dinukil oleh al-Maqrizi dalam al-Mawa’id nya.
Sebab gundulnya Jabal Muqattam
Jabal Muqattam yang nampak sekarang ini gundul tidak ada tanaman atau pepohonan yang tumbuh di atasnya, dahulunya merupakan gunung yang hijau, rindang, banayak pepohonan dan tanaman bahkan ada beberapa sumber air di dalamnya. Hanya, setelah terjadinya dialog antara Allah dengan Nabi Musa di Gunung Thur Sina, Jabal Muqattam menjadi gundul seperti sekarang ini. Untuk lebih lengkapnya, berikut penulis sampaikan riwayat di bawah ini:
Imam Ibnu al-Kindy dalam bukunya Fadhail Mashr al-Mahrusah menuturkan sebuah riwayat:: Suatu hari Amer bin Ash bersama Muqauqis--raja Mesir saat itu--berjalan di kaki gunung Muqattam.
Amer bin Ash kemudian bertanya: “Mengapa gunung kamu ini gundul tidak ada tanaman atau pepohonan di atasnya tidak seperti gunung-gunung yang ada di Syam, dan bagaimana kalau kita alirkan di lembahnya air dari Nil lalu kita tanami pepohonan kurma?”
Muqauqis menjawab: “Saya menemukan beberapa keterangan dalam buku-buku bahwa dahulunya gunung ini adalah gunung yang paling banyak ditumbuhi pepohonan, tanaman dan buah-buahannya, karena itu al-Muqattam bin Mashr bin Baishar bin Ham bin Nuh menjadikannya sebagai tempat tinggal.
Suatu malam, di mana pada malam tersebut Nabi Musa as bercakap-cakap dengan Allah, Allah berfirman: “Pada malam ini Aku baru saja bercakap-cakap dengan salah satu Nabi-Ku di atas salah satu gunung di antara kalian”.
Semua gunung saat itu tidak ada yang merendah dan mengecil, bahkan masing-masing membusungkan dan membesarkan dirinya—barangkali sebagai rasa iri mengapa bukan dia yang dijadikan tempat untuk bercakap-cakap tersebut=pent—kecuali gunung Bait al-Muqaddas—dalam riwayat lain kecuali Jabal Tur Sina sebagaimana riwayat yang ditulis oleh Ibnu az-Ziyat dalam bukunya al-Kawakib as-Sayyarah fi Tartib az-Ziyarah hal 12. Ia mengecilkan dan merendahkan dirinya.
Allah lalu bertanya kepada gunung Baitul Muqaddas tersebut: “Mengapa kamu lakukan itu wahai gunung Baitul Muqaddas—dan Allah tentu lebih mengetahuinya?”
Gunung Baitul Muqaddas itu menjawab: “Sebagai rasa penghormatan dan pengakuan akan keagunganMu ya Allah”.
Allah kemudian memerintahkan semua gunung untuk memberikan sebagian kekayaan, seperti tanaman yang dimilikinya.
Semua gunung memberikan sebagian kekayaannya, kecuali Jabal Muqattam, ia memberikan semua yang dimilikinya, termasuk tanaman dan pepohonan yang tumbuh di atasnya sehingga tidak ada satupun tanaman, pepohonan yang tersisa sebagaimana nampak saat ini.
Ketika Allah mengetahui niat baik gunung Muqattam ini, Allah lalu berfirman: “Aku mengetahui niat dan kebaikanmu, karena itu tanaman-tanamanmu ini akan aku gantikan dengan pohon-pohon dan tanaman-tanaman surga”.
Dalam riwayat al-Hatnaty dan lainnya sebagaimana dinukil oleh Ibnu az-Ziyat, Allah lalu berfirman: “Aku akan menggantikan apa-apa yang pernah ada di atas punggungmu itu, dan Aku akan menjadikan di kakimu itu tanaman-tanaman surga”.
Keutamaan Jabal Muqattam
Imam Muwafiquddin bin Utsman dalam bukunya al-Mursyid mengatakan:
إذا أردت أن تعرف شرف الأرض, فانظر إلى المدفونين بها.
Artinya: “Apabila Anda hendak mengetahui mulianya sebuah lahan, maka lihat orang-orang yang dikuburkan di dalam lahan tersebut”.
Kemudian ia mengutip firman Allah dalam surat Thaha ayat 55 di bawah ini:
مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى [طه: 55]
Artinya: “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain” (QS. Thaha ayat 55).
Ungkapan Imam Muwaffiquddin di atas, hemat penulis, tidak berlebihan; di antara ciri dan tanda untuk mengetahui mulianya sebuah tempat adalah dengan melihat orang-orang yang dikuburkan di dalamnya. Baqi’ misalnya, merupakan lahan pekuburan yang mulia mengingat lebih dari 5 ribu sahabat Nabi saw dikuburkan di dalamnya. Bahkan, sebagian besar Ahlul Bait Nabi saw, seperti Fatimah az-Zahra, Imam Hasan, isteri-isteri, putra putri Rasulullah saw, para ulama seperti Imam Malik, Imam Nafi’ dan lainnya dikuburkan di sana.
Pekuburan Uhud, pun demikian. Ia merupakan tempat dan lahan yang mulia karena lebih dari 70 sahabat Nabi saw yang gugur pada perang Uhud termasuk paman Rasulullah saw, Sayyidina Hamzah dan sepupu Rasulullah saw, Abdullah bin Jahsy, dikuburkan di sana.
Demikian juga dengan Jabal Muqattam. Lebih dari 500 orang-orang pilihan yang terdiri dari para ulama, orang-orang shaleh dan sahabat Nabi saw, dikuburkan di kaki gunung Muqattam ini. Ini menunjukkan bahwa Jabal Muqattam-- termasuk lembah, kaki dan daerah sekitarnya--merupakan tempat mulia dan pilihan.
Terdapat banyak riwayat yang menceritakan kemulian dan keistimewaan Jabal Muqattam ini, di antaranya adalah:
1. Abul Qasim Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Hakam dalam bukunya Futuh Mashr wa Akhbaruha (Juz 1 hal 274) menukil sebuah riwayat: Abdullah bin Shalih berkata: Laits bin Sa’ad bertutur bahwa Muqauqis--raja Mesir saat itu—meminta Amer bin Ash agar menjual kaki Jabal Muqattam ini seharga 70 ribu dinar.
Amer bin Ash kaget mendengar hal itu, lalu ia berkirim surat ke Umar bin Khatab yang saat itu menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar ash-Shiddiq di Madinah menceritakan keinginan Muqauqis tersebut berikut menjelaskan keadaan kaki Gunung Muqattam yang hendak dibeli tersebut.
Umar kemudian menjawab surat Amer bin Ash tersebut: “Tanyakan kepadanya, mengapa ia berani membeli kaki Gunung tersebut dengan harga mahal padahal tidak ada tanaman sedikitpun, juga tidak ada sumber air—dalam riwayat lain disebutkan: tidak ada manfaatnya”.
Amer bin Ash lalu menanyakannya, dan Muqauqis menjawab: ‘Saya mendapatkan keterangan tentang kaki Gunung Muqattam ini dari buku-buku dahulu, bahwa di kaki Gunung tersebut terdapat tanaman-tanaman (atau taman) surga”.
Amer bin Ash segera menyampaikan jawaban Muqauqis tersebut kepada Umar bin Khatab. Umar kembali berkirim surat: “Kami tidak mengetahui tanaman-tanaman surga itu melainkan bagi orang-orang mukmin. Kuburkanlah di kaki gunung tersebut setiap orang muslim yang meninggal, dan jangan kamu jual sedikitpun daripadanya”.
Amer bin Ash lalu melaksanakan perintah Umar bin Khatab tersebut. Muqauqis pun marah mendengar hal itu, lalu Amer bin Ash memberikan kepada Muqauqis secupak lahan dari kaki Jabal Muqattam ini yang ke arah Habasy (kini sekitar Fustath, Old Cairo bagian utara), untuk dijadikan komplek pemakaman orang-orang Nashrani.
Orang yang pertama dikuburkan di kaki Jabal Muqattam ini seorang laki-laki dari suku Ma’afir—sebuah suku yang berasal dari negeri Yaman—yang bernama ‘Aamir.
2. Abu Sa’id Abdurrahman bin Ahmad bin Yunus dalam bukunya Tarikh Mashr, menukil sebuah riwayat dari Harmalah bin Imran yang berkata: “’Amir bin Mudrik al-Khaulany bertutur: Sufyan bin Wahab al-Khaulany berkata: “Suatu hari ketika kami bersama Amer bin Ash di sebuah kaki Jabal Muqattam dan saat itu Muqauqis turut juga bersama kami, Amer bin Ash bertanya: “Mengapa gunung kamu ini gundul tidak ada tanaman atau pepohonan di atasnya tidak seperti gunung-gunung yang ada di Syam, dan bagaimana kalau kita alirkan di lembahnya air dari Nil lalu kita tanami pepohonan kurma?”
Muqauqis menjawab: “Saya tidak tahu. Namun Allah telah menjadikan kaya penduduknya dengan sungai Nil. Hanya saja, kami mendapati bahwa di kaki Gunung Muqattam ini terdapat sesuatu yang lebih baik dan lebih berharga dari itu.
Amer bin Ash segera bertanya: “Apa itu?”
Muqauqis menjawab: “Dikuburkan di dalamnya (di kaki Jabal Muqattam) satu kaum yang kelak akan dibangkitkan pada hari Kiamat tanpa dihisab terlebih dahulu”.
Amer bin Ash sepontan berkata: “Ya Allah, jadikan saya termasuk di antara mereka”.
Harmalah lalu berkata: “Saya melihat kuburan Amer bin Ash, Abu Bashrah al-Ghifary dan kuburan Uqbah bin Amir al-Juhany. Amer bin Ash juga memberikan sebilah bidang kaki Gunung Muqattam kepada Muqauqis antara kuburan dan di antara mereka (tempat orang-orang Nashrani).
Imam Muwaffiquddin bin Utsman dalam bukunya al-Mursyid (Juz 1 hal 8) mengatakan bahwa: “Dalam beberapa buku disebutkan bahwa akan dibangkitkan kelak pada hari Kiamat dari kaki Gunung Muqattam ini 80 ribu pemimpin yang akan masuk ke dalam surga tanpa dihisab terlebih dahulu”.
3. Dalam sebuah riwayat disebutkan, ‘Iyas bin Abbas bertutur bahwa Ka’ab al-Ahbar pernah berkata kepada seorang laki-laki yang hendak pergi menuju Mesir: “Saya minta tolong ambilkan untuk saya sedikit tanah dari kaki Gunung Muqattam, karena kami mendapatkan dalam buku-buku dahulu bahwasannya Allah telah mensucikan kaki gunung Muqattam tersebut yang dibatasi dari daerah Qashim sampai ke Yahmum”.
Lalu laki-laki itu membawakannya dalam sebuah tempat, dan ketika Ka’ab sedang sakaratul maut, ia meminta agar tanah tersebut ditaburkan ke dalam kuburnya terlebih dahulu sebagai upaya tabarruk (mengharap berkah) sebelum mayatnya diletakkan.
4.. DR. Su’ad Mahir Muhammad dalam bukunya Masajid Mashr wa Auliyaauhas Shaalihun (juz 1 hal 50) mengatakan bahwa di antara riwayat yang dijadikan landasan sejarawan abad pertengahan sebagai alasan orang-orang Kristen memuliakan Jabal Muqattam ini dan alasan kuat mengapa Muqauqis berkeinginan kuat untuk membelinya adalah riwayat sebagaimana yang dituturkan oleh al-Qudha’iy: bahwa Nabiyullah Isa as bersama ibunya, Maryam, pernah melewati Jabal Muqattam ini.
Siti Maryam lalu berkata: “Putraku, tadi kita telah melewati banyak gunung, akan tetapi tidak ada gunung yang lebih indah yang banyak mengeluarkan cahaya selaini gunung ini”.
Nabi Isa as menjawab: “Mamih, kelak di gunung ini akan dikuburkan sekelompok ummat dari ummatnya Ahmad (maksudnya Nabi Muhammad saw=pent). gunung ini adalah tanaman-tanaman dan taman-taman surga”.
Senada dengan riwayat di atas al-Maqrizi juga menukil sebuah riwayat dalam bukunya al-Mawa’izh wal I’tibar: Asad bin Musa berkata: “Saya mengantar satu mayat bersama Musa bin Luhai’ah. Kami lalu duduk di sekitarnya, lalu Musa bin Luha’iah mengangkat kepalanya memandangi Gunung Muqattam sambil berkata: “Sesungguhnya Nabi Isa as bersama ibunya pernah melewati Gunung Muqattam ini dengan memakai sebuah Jubbah yang terbuat dari wol yang tengahnya diikat dengan sebuah tali.
Ibunya lalu mengalihkan pandangannya menyaksikan dengan penuh seksama Gunung Muqattam. Nabi Isa lalu berkata: “Ibu, ini adalah tempat pekuburan ummat Muhammad saw”.
5. Imam al-Maqrizi demikian juga Imam Muwaffiquddin bin Utsman menukil sebuah riwayat bahwa dikisahkan bahwasannya ketika Nabi Musa as sujud, maka seluruh pepohonan dan tanaman yang berada di Gunung Muqattam juga turut sujud bersamanya.
6. Imam Muwafiquddin dalam bukunya Mursyiduz Zuwwar pernah mengatakan bahwa sebuah riwayat yang berasal dari al-Qudha’i mengatakan dalam kitab Taurat tertulis: “Apabila mendapatkan tempat suciku, maksudnya Lembah Musa (Wadi Musa) yang berada di Jabal Muqattam tepatnya di persimpangan batu-batu, maka ketahuilah bahwasannya Musa as pernah bermunajat kepada Allah di lembah tersebut”.
Dari beberapa riwayat yang telah penulis utarakan di atas dapat penulis simpulkan bahwa di antara keutamaan Jabal Muqattam ini adalah :
1. Lembah, kaki Gunung Muqattam di antara taman dan tanaman surga
2. Orang yang dikuburkan di kaki Gunung Muqattam--dengan idzin Allah--tidak akan dihisab kelak pada hari Kiamat.
3. Tanah yang terdapat di gunung Muqattam adalah tanah mulia
4. Nabi Isa as dan Siti Maryam pernah melewati Gunung Muqattam ini
5. Seluruh pepohonan dan tanaman yang dahulunya berada di atas Jabal Muqattam pernah sujud bersama Nabi Musa as setelah Nabi Musa as bercakap-cakap dengan Allah.
6. Di antara lembah yang berada di Jabal Muqattam pernah dijadikan tempat oleh Nabi Musa as untuk bermunajat kepada Allah swt.

Saturday, December 22, 2007

MASJID QAETBAY

Pada bulan mei 2007 rihlah Majlis Taklim Al-Muttaqin Yang ke 4 untuk menelusuri masjid-masjid bersejarah di Mesir di pandu oleh ust,Aep Saifullah, diantaranya ke masjid Qaetbay.

Masjid ini dibangun oleh raja pada dinasti Mamalik al-Burjiyyah yang bernama Sultan Qaetbay. Sultan Qaetbay adalah raja yang berkuasa paling lama pada dinasti Mamalik al-Burjiyyah atau Mamalik asy-Syarakisah. Ia berkuasa sekitar 29 tahun yakni sejak tahun 873-902 H atau 1496-1468 M.

Perlu juga diketahui bahwa Mesir pernah dikuasai oleh raja-raja yang berasal dari budak-budak belian. Masa ini disebut dengan masa dinasti Mamalik. Mamalik adalah bentuk pural (jamak) dari kata mamluk yang artinya budak-budak belian. Mesir dikuasai dinasti Mamalik kedua terlama setelah masa Turki Utsmani, yakni selama 267 tahun, tepatnya sejak tahun 1250-1517 M. Sedangkan dinasti yang paling lama berkuasa di Mesir adalah dinasti Turki Utsmani (Ottoman) yang berkuasa selama 288 tahun, sejak tahun 1517-1805 M.

Peninggalan-peninggalan arsitektur Islami khususnya berupa Masjid paling banyak adalah peninggalan pada masa Dinasti Mamalik ini. Ada sekitar 33 masjid besar megah. Dinasti Turki Utsmani saja, yang berkuasa paling lama, hanya meninggalkan 6 buah masjid saja, yang salah satunya adalah masjid Mahmudiyyah yang berada di dekat Qal'ah, di dekat masjid Sultan Hasan dan Masjid Imam Rifa'i. Peninggalan atsar Islamy kedua paling banyak adalah peninggalan dari Dinasti Fatimiyyah, yang meninggalkan 7 buah masjid, yang di antaranya adalah masjid al-Azhar dan al-Hakim bi Amrillah.

Dinasti Mamalik terbagi dua, ada Mamalik Bahriyyah dan Mamalik Syarakisah atau al-Burjiyyah. Disebut Mamalik Syarakisah karena rajanya berasal dari budak-budak Turki. Dan Qaetbay adalah salah satunya.

Sultan Qaetbay awalnya juga seorang budak yang dibeli oleh raja Barasbay dengan harga sangat mahal, 50 dinar. Mahalnya ini wajar, karena Qaetbay adalah budak yang cerdas yang memiliki kelebihan, khususnya dalam masalah kenegaraan. Dan karena kecerdasan dan kepiawaiannya itu juga ia menjadi seorang raja terkenal pada dinasti Mamalik Syarakisah.

Qaetbay meninggalkan banyak peninggalan bangunan-bangunan Islami yang megah. Di antaranya adalah Benteng Qaetbay di Iskandariah dan Masjid Qaetbay yang berada di daerah Mansyiah atau Darrasah.

Masjid Qaetbay ini dalam sejarahnya sangat megah dan luas. Bahkan, kemegahannya hampir sebanding dengan kemegahan masjid Sultan Hasan. Hal ini dapat kita benarkan, karena di sekitar masjid Qaetbay saat ini banyak puing-puing bangunan yang dahulunya termasuk bangunan masjid Qaetbay. Hanya saja, mengingat biaya perawatan dan renovasi yang sangat besar, maka masjid Qaetbay yang nampak saat ini, tidak terlalu besar.

Namun, meski tidak terlalu besar, bangunannya cukup indah dengan arsitektur sangat tinggi. Ukiran-ukiran dan warna-warni di dalam masjid sungguh mempunyai daya tarik tersendiri. Barangkali apabila dari nilai seni dan arsitektur, mengalahkan seni arsitektur masjid Sultan Hasan. Hanya sayang, sebagaimana masjid-masjid bersejarah lainnya, nampak kurang terawat dan agak kotor.

Masjid Qaetbay ini dibangun pada tahun 886 H atau 1479 M. Sampai saat ini bangunannya masih berdiri kokoh tanpa ada renovasi berarti dengan nilai seni arsitektur Islam yang sangat tinggi. Arsitektur gaya Turki sangat mendominasi bangunan ini. Hal ini wajar, karena Qaetbay sendiri berdarah Turki.

Di dalam masjid ini terdapat kuburan Sultan Qaetbay bersama keluarganya, isteri dan putranya. Di samping kuburan Qaetbay terdapat bekas telapak kaki yang menempel di atas batu. Menurut Mahmud, penjaga masjid Qaetbay, jejak kaki tersebut adalah jejak kaki Rasulullah saw. Ada dua buah bekas kaki Rasulullah saw di sana. Pertama bekas kaki langsung tanpa alas kaki, dan yang kedua jejak kaki Rasulullah saw yang memakai khauf (kaos kaki yang terbuat dari kulit).

Lalu bagaimana kok, jejak kaki Rasul dapat sampai ke masjid ini? Para sejarawan Mesir mengatakan bahwa ketika Qaetbay berkuasa, ia membeli dua buah jejak kaki Rasulullah saw ini ke gubernur Syiria saat itu. Ia berwasiat bahwa ketika meninggal nanti, jejak kaki Rasulullah saw tersebut mau disimpan di samping kuburannya dan di samping kuburan keluarganya, untuk mengambil berkah.

Tuesday, December 18, 2007

Abu Darda' Pedagang Yang Zuhud

Tepatnya pada bulan september 2006
Majlis Taklim Al-Muttaqin melaksanakan program yang ke tiga kalinya menelusuri masjid-masjid bersejarah dan makam para Ulama' di Mesir diantaranya ke Makam para ulama' di Iskandariyah yang di Pandu oleh Ust Luqman Hakim : Menziarahi makam Abu Darda'.

Abu Darda’adalah orang yang memiliki harta amat banyak, ia kembangkan dengan cara berdagang. Kerena kejujuran dan amanahnya, ia dipercaya oleh penduduk Makkah. Mereka membeli segala keperluannya kepada Abu Darda’ sebab mereka yakin bahwa ia bukanlah penipu. Suatu hari hati dan fikirannya terbuka untuk menerima Islam. Ia pergi menjumpai Rasulullah SAW, untuk masuk Islam.
Abu Darda’ tidak meninggalkan kehidupan duniawi sama sekali, tapi ia juga tidak melalaikan ibadah. Ia mampu menggabungkan antara perdagangan duniawi dengan ibadah. Antara dunia dengan akhirat. Antara muamalah yang benar dengan sesama manusia dan hubungan yang benar kepada Allah.
Ia menganggap bahwa berzikir kepada Allah, takwa, dan ibadah kepada-Nya itu lebih berharga dari pada segala sesuatu yang ada di bumi ini, baik yang berupa harta maupun kesenangan lainnya. Tingkat takwa dan waraknya mencapai peringkat orang-orang yang soleh. Kadang kala ia duduk berdiam diri. Apabila seseorang bertanya: “Untuk apa berdiam diri, hai Abu Darda’?” Jawabnya: “ sedang memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, memperhatikan keindahan ciptaan Allah., dan sungguh zikir kepada Allah adalah amalan yang paling besar.”
. Abu Darda’ mengharapkan agar kaum muslimin memancarkan jiwa hidupnya sederhana dan zuhud, supaya tidak mudah tertipu dengan gemerlapan dunia yang bisa mengganggu untuk beribadah kepada Allah SWT.
Di samping Abu Darda’ memiliki hati yang selalu mementingkan beribadah, fikirannya juga memancarkan makna ilmu. Ia selalu ingin memahami ajaran agama Islam secara sempurna, selalu mencari kebenaran, dan tiap hari makin bertambah pemahamannya terhadap Al-Quran dan sunah Rasul-Nya. beliau berkata: “Bertakwalah sebelum berilmu. Sedang berilmu tidak sempurna tanpa amal.”
Abu Darda’, adalah seseorang yang senang mengamalkan ilmu, senang zuhud dan tekun beribadah kepada Allah, sepanjang hidupnya berjalan di jalan Allah, beliau meninggal di Mesir. Dan di makamkan di kota Iskandariah, Makamnya terletak diantara dua jalan.

Tuesday, December 11, 2007

MASJID AMR BIN ASH

Rombongan ibu-ibu Majlis Taklim Al-Muttaqin menelusuri masjid-masjid bersejarah di Mesir di pandu oleh Dr. Muzaiyanah Muktasim diantaranya berziarah ke Masjid Amr Bin Ash.
Masjid ini terletak di daerah Fustat (Misr al-Qadima, ibukota Mesir pertama), merupakan masjid pertama di Mesir, sekaligus merupakan perguruan pertama yang aktif dalam menyampaikan dakwah Islam sampai abad ke IX M. Ketika ‘Amru bin Ash berhasil melaksanakan misinya masuk daerah Mesir pada tahun 20 H. (641 M.), seketika itu juga beliau mendirikan kota sebagai simbol bahwa kawasan Mesir secara politik berada di bawah bendera Islam, kota itu dinamai Fusthat. Kota tersebut dibangun di atas tanah lapang yang membentang antara Nil dan bukit Muqattham, saat itu di atasnya tidak berdiri satu bangunan kecuali benteng Babilon yang sedang mereka kepung.Maka dengan demikian Fusthat adalah kota Islam pertama di Mesir. Di awal-awal pembangunannya, Fusthat hanya dihuni oleh orang arab saja.
Seiring dengan pendirian simbol politik Islam, ‘Amru bin Ash melanjutkan misinya dengan mendirikan simbol agama Islam yaitu sebuah masjid jami’ yang dinamai dengan namanya, Jami’ ‘Amru bin Ash.