Pada tanggal 8 januari 2008 ibu-ibu Majlis Taklim Al-Muttaqin Rihlah menelusuri sejarah di luar kota Kairo( Kota Fayum ) diantaranya melihat Danau Qarun (Bahirah Qarun) dipandu oleh guide ust Aep Saifullah dengan tulisannya beliau menerangkan bahwa Danau Qorun tidak terlalu jauh dari Istana Qarun, tepatnya di tepi jalan menuju Kairo, nampak sebuah danau yang tenang. Danau tersebut adalah Danau Qarun (Bahirah Qarun). Di danau inilah Qarun dan seluruh kekayaannya ditenggelamkan oleh Allah ke dalam tanah. Danau ini kini menjadi saksi sejarah, bahwa dahulu kala Qarun pernah berkuasa di sana sekaligus menjadi tempat ditenggelamkannya oleh Allah ke dalam tanah.
Danau Qarun saat ini, panjangnya kurang lebih 30 KM, lebarnya sekitar 10 KM dan dalamnya antara 30-40 meter.
Danau ini sebenarnya sudah ada sejak dahulu, sebelum Qarun ada. Dahulunya, menurut catatan DR. Rusydi al-Badrawy dalam bukunya Qashashaul Anbiya wat Tarikh, merupakan sebuah danau kecil yang disebut dengan Munkhafadh al-Laahun.
Ketika Qarun menjadi menteri, ia pernah meminta idzin kepada Fir'aun untuk membangun sebuah istana dan gudang kekayaannya di Kairo, Memphis dan sekitarnya. Namun, Fir'aun tidak mengijinkannya apabila ia membangun istana di Memphis atau sekitarnya, karena takut merasa tersaingi.
Saat itu, memang tempat yang ramai baru dua saja, Memphis (Kairo dan sekitarnya) dan Jasun (di Luqshar atau Sinai). Qarun tidak mungkin membangun di Jasun, karena Jasun menjadi perkampungan orang-orang Bani Israil yang sangat susah.
Qarun lalu melirik al-Fayyum, karena di samping subur, juga terdapat danau kecil. Qarun lalu membangun rumah, istanan dan gudang kekayaannya di sebelah timur danau tersebut. Dan sejak ditenggelamkannya Qarun dan seluruh kekayaannya di danau tersebut, maka sejak itu pula danau tersebut berubah nama menjadi Danau Qarun (Bahirah Qarun atau Birkat Qarun). Dan sejak itu pula, danau yang tadinya kecil dan sempit menjadi bertambah luas dan lebar.
Yang menarik perhatian, kisah Qarun ini tidak disebutkan dalam Taurat juga dalam Injil. Ia hanya dijelaskan dalam al-Qur'an saja. Menurut para ahli sejarah, tidak dicantumkannya Qarun dalam Taurat, karena kisah Qarun merupakan tamparan (nuqtah saudaa) bagi orang-orang Yahudi. Bagaimana tidak, Qarun adalah termasuk nenek moyang mereka, akan tetapi sangat jahat dan termasuk yang menindas orang-orang Yahudi sendiri. Untuk itu, mereka membuang kisah Qarun ini dan tidak mencantumkannya.
Menurut catatan DR. Rusydi al-Badrawy, dahulu pernah ada ahli Geologi dari Eropa, Barat yang meneliti danau Qarun ini, apakah betul dahulu kala telah terjadi gempa atau terbelah sebagaimana diceritakan oleh al-Qur'an. Setelah dikaji, mereka bereksimpulan dengan sangat meyakinkan, bahwa betul di danau tersebut pada waktu sangat dahulu kala, telah terjadi kejadian gempa sangat besar, terutama di bagian sebelah selatan danau dimaksud. Ini membuktikan, ksiah Qarun memang terjadi di danau tersebut.
Danau Qarun ini, kini nampak tenang. Meski di balik itu menyimpan sebuah pelajaran sangat berarti, bahwa siapapun yang sombong, kikir dan pongah maka akan binasa dan musnah sebagaimana yang menimpa Qarun.
Kincir (as-Sawaqi)
Di antara tempat yang menjadi obyek wisata lainnya di al-Fayyum adalah kincir air. Kincir-kincir ini merupakan ciri khas dari kota al-Fayyum. Bahkan, al-Fayyum adalah satu-satunya kota di Mesir yang mempunyai kincir air, dimana di propinsi-propinsi lainnya tidak didapatkan.
Menurut penduduk setempat ide pertama membuat kincir tersebut adalah Nabi Yusuf, ketika beliau menata dan membangun kota al-Fayyum. Di al-Fayyum sendiri ada lebih dari 200 kincir. Hanya, kincir yang berada di dalam kota al-Fayyum lain dari yang lain.
Kelainannya adalah bunyi dari kincir tersebut. Kincir-kincir lainnya tidak mengeluarkan suara atau bunyi. Bunyi kincir yang seperti orang yang sedang kesulitan, mohon bantuan itu, oleh penduduk al-Fayyum sendiri dinisbahkan kepada suara Qarun. Bahwa, suara itu adalah suaranya Qarun yang setiap saat menyesali perbuatannya. Apakah betul atau tidak? Wallahu 'alam. Hanya, kisah dan cerita dari para penduduk di atas, hemat penulis tidak sepenuhnya salah. Boleh jadi demikian.
Bila ini benar, maka empat kincir yang berada di dalam kota al-Fayyum ini, kembali mengingatkan, bahwa hati-hati jangan sampai seperti Qarun, yang binasa gara-gara kekayaan. Penyesalan dan kesedihannya terus berlanjut dan akan terus berlanjut, sebagaimana bunyi kincir itu yang setiap detik tidak pernah berhenti. Semoga kita semua tidak termasuk seperti Qarun dan dapat mengambil banyak hikmah dan pelajaran dari padanya. Semoga, wallahu 'alam bis shawab.
Wednesday, January 16, 2008
Subscribe to:
Posts (Atom)